Selasa, 26 Mei 2015

Tagged Under:

Secangkir Teh Melati

By: Unknown On: 5/26/2015 10:25:00 AM
  • Share The Gag
  • Secangkir Teh Melati
    Jiban_JW


    “Entah mengapa aku tak bisa berkata-kata dihadapanmu. Selangkah saja kau berpaling dariku hati ini berdebar bagai genderang perang. Aku tak mampu berpuisi apalagi beryanyi sendu, hatiku terpaku oleh matamu mekar bagai senja tadi yang jalang”.
    Malam itu bintang membungkus langit, bulan menampakan wajah ramahnya. Rudy masih melamun di depan cermin. Membayangkan gadis yang akhir-akhir ini membuat ia tak bisa tidur. Secangkir teh bersanding menemani malam itu.
    “Ya Tuhan inikah namanya kekuatan cinta, apakah benar akan memberi mahkota. Sedang aku belum memperjuangkan. Mengapa pula aku hampir jatuh karena cinta. Aku dibutakan oleh cinta, memang benar kata pepatah cinta itu buta kalau tidak buta bukan cinta. Hampir saja cinta melebihi takaran dibanding cintaku padaMu, hampir saja cinta meluap melebihi cintaku kepada orangtua dan orang yang benar-benar cinta kepadaku. Ya aku mencintai gadis itu, gadis yang benar-benar tak merespon ketika aku dihadapnya sejak empat semester lalu. Entah kenapa dihadapan dia aku seperti pohon pisang, tapi setelah ia berpaling dan menjauh aku malah merasa kehilangan dan sepi bahkan puisi-puisi menemani dalam sepi”.
    Rudy masih menghadap cermin. Sesekali menyeruput teh. Rembulan semakin meredup tapi senyumnya tak padam, terlihat dibalik jendela kamar lantai dua ia terus bertanya-tanya. Sesekali ia berbaring diatas kasur dan memeluk guling menghadap langit,-langit. “Andaikan bintang-bintang mampu menyampaikan isi hatiku”. Dari atas kasur ia melirik keluar memandang bintang, malam itu bersinar bagaikan wajah dia.
    ***
    Pagi menyelimuti kota. Sapaan burung mungil, pohon-pohon menari sepanjang perjalanan. Lalu lalang jalanan, anak-anak sekolah, orang kantoran, penjual koran, penjual bubur ayam mereka menaruh harapan dibidangnya masing-masing. Begitu juga dengan Rudy mengayuh sepeda menuju kampus.
    Kontrak kuliah sudah selesai, setelah teman-temannya keluar semua, ia hanya berdiri ditengah-tengah pintu. “Ayo Rud pulang”. Salah satu temannya menyapa. Tapi ia cuma tersenyum dan tak mengalihkan pandanganya. Dari sudut ke sudut kampus mata ia terus berjalan, tidak lain kalau sekedar mencari keberadaan Melati. Pandangan Rudy mencair setelah gadis idolanya berjalan bersama dua temannya dihalaman lapangan basket.
    “Anjing”. Greget Rudy
    “Manis banget raut wajahnya berbinar, ikal rambutnya yang melambai tertiup angin. Harus dengan cara apa agar aku bisa dekat dengan dia. Surat yang ku tulis selama ini dibaca atau tidak”. Ia terus dialok dalam hati
    Rudy mencintai Melati bukan karena sensasi, berbodi seksi, merasa keki kepada orang lain apalagi mempunyai dengki, melainkan prestasi. Melati memang cukup terkenal dikampusnya. Tidak hanya cantik segudang penghargaan pernah didapat. Teman-teman Melati sering mengatakan, ia welcome kepada siapa saja baik yang suka sama dia maupun tidak.
    ***
    “Yeah” seru Rudy ketika melihat daftar pengumuman bahwa ia lulus menjadi panitia OSPEK tahun ajaran ini. Ia senang karena disitu ada nama Melati, bahkan Melati menjadi ketua pelaksana OSPEK. “Ini adalah kesempatanku agar akau dapat kenal lebih dekat dengan dia. Tidak lewat mimpi, khayalan tingkat dewa”.
    Sejak itu Rudy mengenal dekat dengan Melati. Mulai bertukar pikiran. “Oh, jadi kamu yang ngirim surat-surat misterius itu”. Melati membuka pembicaraan.
    “Iya, tapi surat-suratku sempat kamu baca ‘kan?”
    “Sempat sih, tapi tidak semua”
    “Lantas mengapa tidak pernah dibalas”
    “Bagaimana mau membalas, pengirimnya saja sok-sok’an pakai inisial, tidak ada alamatnya lagi”
     “Hehehe”. Rudi hanya menyeringai lebar
    Ia lebih memilih menyurat untuk menyampaikan pesan ketimbang media yang lain. Tidak peduli dianggap kuno. Kecintaan Rudy menulis surat tak lekang oleh waktu ketimbang sms. Karena Ia tidak suka hal-hal berbau instan. “Sesuatu yang gampang akan mudah hilang dan sesuatu yang sukar didapat atau berproses tidak mudah dilupakan. Begitu juga dengan cewek, semakin kita banyak berproses untuk mendapatkan semakin banyak pembelajaran”.
    Perjuangan Rudy untuk Melati tidak semulus yang ada dalam mimpinya. Banyak orang-orang yang menyukai Melati bahkan mencintai. Lihat saja setiap hari berapa cowok yang sms dia, telephon dia. Apalagi ketika hari libur berapa cowok yang ingin apel kerumahnya, jalan bersamanya. Dari anak penjual bubur hingga anak haji mabrur, dari anak pejabat hingga anak konglongmerat. “Apa mungkin seorang mlarat mampu mendapatkan cintamu wahai Melatiku. Semoga kamu tidak jatuh cinta. Aku percaya kekuatan cinta akan tiba kepada orang yang ada kemauan memperjuangkan bukan sekedar mempermainkan”. Rudy terus saja percaya bahwa cinta itu akan datang pada saat yang tepat. Ia tidak peduli kepada orang-orang yang dekat dengan Melati. Tidak peduli mereka pakai cara apa. Mau sms tiap detik, telephon setiap menit, menyapa setiap jam, jalan tiap hari dan mencari perhatian setiap minggu.
    ***
    Hari ini adalah hari ulang tahun Melati. Rudy masih bingung mau mengucapkan dengan cara apa, sedangkan orang-orang yang dekat dengan Melati sudah duluan mengucapkan dan memberi hadiah. Sebuah boneka, gantungan kunci, sepatu, bantal Hello Kitty dsb. Dihadapan cermin ia termangu nafasnya tersengal. Seduan teh menemani sore itu. Senja terlihat murung dibalik jendela kamarnya. Lamunan Rudy membuat hati kelihatan gelisah. Ia memegang pensil jari jemarinya memainkan pensil, membolak balikan.
    “Wooyy”. Sambil menepuk pundak Rudy Tiba-tiba suara mengagetkan lamunan.
    “Haloo Kak, lagi ngapain sepertinya sedang memikirkan sesuatu”
    “Ehh kamu ya masuk ke kamar Kakak nggak pakai salam dan ketuk pintu main nyelonong aje. Pulang kapan kamu”
    “Iya-iya aku minta ma’af, ‘kan ceritanya kangen. Tiga minggu nggak bertemu kakak. Aku baru saja kak nyampai, dijemput Ayah dan Ibu. Kakak sedang apa?”
    “Anak kecil mau tau aja. Keppo!!!”
    “Afri sudah gedhe kali Kak, ‘kan sudah bisa mandiri. Pasti masalah cewe ya”. Afri terus saja ingin tahu urusan kakaknya. “Ciee Kakak jatuh cinta. Sini bicara dengan adik yang kece badai, adik tahu kok masalah cewek, hehehe”
    Rudy yang masih bingung membuka pembicaraan dengan adiknya. Dari situ muncul motivasi dan jalan keluar.
    “Kakak ‘kan pintar menggambar dan menulis mengapa tidak dimanfaatkan saja”. Lihatlah senja itu Kak, lihat senyumya, lihat warnanya memerah jingga, mega-mega menari-nari mengelilinginya”
    Rudy mengiyakan saran adiknya. Ia langsung ambil kertas. Ia mulai menorehkan goresan diatas kertas, sambil memandang senja jingga. “Inilah rasaku bagaikan senja ini yang menyeringai lebar”. Sambil menggambar ia berpuisi. Jadiah sebuah gambar dan satu puisi. Setelah selesai ia bergegas keluar ke toko untuk membungkus kado lalu pergi kerumah Melati.
    “Mungkin hadiah ini tak seberapa nilainya dibanding yang lain. Dalam keadaan yang sederhana aku mengucapkan selamat ulang tahun dan ini yang aku bisa. Semoga kamu tetap sederhana dan tidak berlebih-lebihan”. Setelah ngobrol beberapa lama Rudy lekas pulang.
    ***
    “Terima kasih ya Rud. Hadiahnya bagus banget”
    “Iya, sama-sama. Jangan lebay gitu ah”.
    “Mbak Teh satu dan es cappucino satu”. Teriak Rudy kepapa penjual di area kantin.
    “Sejak kapan kamu bisa menggambar. Kalau tahu dari dulu kamu bisa menggambar. Kamu bisa ikut gabung dengan tempat kerja Ayah saya. Ayah dan rekan-rekannya sendang menyelesaikan produksi komik Nusantara. Sepertinya karyamu cocok”
    “Hehehe”. Rudy malah ketawa geli. “Ah, masak jangan bercanda gitu ah. Sepertinya gambarku ini biasa saja”. Dikantin kampus mereka asyik nongkrong.
    Kedekatan mereka sepertinya mengalami perubahan yang drastis. Hari demi hari ada lampu hijau. Keduanya sudah saling memperkenalkan orang tua mereka masing-masing. Tapi sayang Rudy belum berani nembak Melati. Rudy masih ada keraguan. “Apakah seorang Melati akan menerima aku dengan keadaan seperti ini. Apakah dia akan bahagia denganku nanti sedang aku hanya mampu memberikan senyuman bukan materi masa depan”.
    Pada suatu ketika mereka jalan ke Mangrove Park, mereka berkeliling menyusuri bakau diatas prahu . seharian mereka menghabiskan hari  libur bersama ketempat wisata yang dekat dengan rumah Rudy. Setelah dari Mangrove park mereka beranjak ke kebun teh yang luasnya hampir 7 hektar. “Lihatlah Mel pucuk-pucuk teh menari bersama angin lepas”. Rudy menunjuk kearah kebun teh. “Kamu tahu tidak mengapa saya suka teh. Aromanya wangi, apalagi ketika menghirup teh yang baru disedu serasa pikiran ini melayang fresh. kepala jadi enteng seakan-akan tanpa beban, dibanding aroma minuman lain”. Ditengah-tengah kebun teh tiba-tiba Rudy berhenti dan memegang kedua tangan Melati. Rudy memberanikan diri mengungkapkan cintanya.
    ***
    “Itulah hari bahagia, tak terlupakan dalam perjalan hidupku. Ketika harum aroma secangkir teh bersama mewangi Melati”.

    0 komentar: