Jumat, 29 Mei 2015

INPOL

By: Unknown On: 5/29/2015 11:22:00 AM
  • Share The Gag


  • Intan
    Senja yang mulai habis dimakan langit sore itu menemani perjalanan pulang Intan menuju tempat teduh. Tak satu orangpun Ia temui, selain angin menari mendekati tubuh Intan yang tinggi berkulit gelap rambut panjang sampai pantat dan berkaca mata. Pertama kalinya jalan pulang itu berbeda dari hari-hari sebelumnya. Biasanya jalan itu penuh penjual nasi goreng, mie goreng, warung makan, segerombolan pemuda bermain kartu, sekedar minum dan nongkrong guyon lenyap entah kemana.
    “Intan !!! kamu dari mana?” Teriakan mengagetkan ternyata suara Karang
    “sepulang sekolah” Jawab Intan
    “ Jam segini baru pulang kemana aja?”
    “Oh, iya tadi saya bermain dulu, iseng ingin mencari suasana lain”
    “Mampir dulu ke rumah”
    “Terima kasih, mungkin bisa lain waktu. Jadi rumahmu disini, aneh saja padahal jalan ini tidak asing bagiku, tetapi mengapa baru sekarang aku tahu bahwa kamu tinggal disini, hampir tiga tahun kita satu almamater. Aku sudah ditunggu Ibu di rumah”.
                Setelah tiba di rumah Intan langsung masuk tanpa salam dengan muka menunduk berjalan menuju kamarya, wajahnya tampak hambar dan sedikit muram. “Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang” Ibunya bertanya kepada Intan. Tetapi Intan mengabaikan pertanyaan Ibunya, Ia hanya diam dan masuk ke kamarnya.
                “Intan bangun sudah pagi” teriak sang Ibu sambil mengetuk pintu kamar. Memanggil-manggil nama Intan sampai berulang-ulang, bangun nduk! hari ini kamu berangkat sekolah nggak?, masih saja tidak ada jawaban. Ibunya terpaksa masuk, sambil membuka jendela kamar, “Intan bangun nggak usah manja“ Suara Ibunya yang semakin lantang tetapi Intan hanya menguap. “Sebentar lagi kan mau ujian akhir jangan malas-malasan” Ibunya membuka selimut yang masih menutupi tubuh Intan. “Alah!!! Nggak usah cari perhatian”. Intan dengan mata masih terpejam menyaut. “Sejak kapan Ibu mengatur dan memperhatikan hidupku, kemarin-kemarin kemana aja? Sejak Ayah tak lagi tinggal bersama kita keluarga ini mulai aneh”. Memang  hubungan mereka kurang baik setelah ditinggal Ayah Intan, mereka tidak jarang beradu mulut. “Selama ini kan Ibu cari uang untuk sekolah kamu” Jawab Ibunya
    “Cari uang apa cari uang” kata Intan. “Terus semalam, laki-laki yang bersama Ibu itu siapa”
    “Oh, itu..!!” Ibunya menjawab dengan sediki gugup. “Dia teman kantor Ibu”
    “Teman kok, pakai peluk-pelukan segala, mesra lagi. Selama ini aku nggak  boleh tau, pekerjaan Ibu itu apa?, jangan-jangan jadi istri simpanan maling-maling besar yang tinggal di luar Istana”
    “Jaga yaa! Omongan kamu, nggak perlu tahu Ibu kerja apa, yang penting bisa buat bayar sekolah kamu”
    “Apa kata Tuhan?, Intan harus jawab apa? malu Bu!! malu. Sampai kapan Ibu terus-terusan begini, pulang malam berpakaian tak pantas dilihat orang-orang sini. Lihat Bu! Tuhan sekarang sudah tampak, menghakimi sepihak, apa Ibu nggak takut
    “Sudah diam nggak usah diteruskan omongan kamu, tugas kamu saat ini adalah belajar. Kalau sudah terlanjur seperti Ibu, kamu mau jadi apa coba?”
    “Buat apa belajar!!, sudah berapa banyak orang-orang pintar disana membodohi kita. Apa Ibu rela aku jadi anak pintar?,”
    “Tapi kan sebentar lagi kamu ujian”
    “Ah, bodo!!! apalagi ujian, itu salah satu bentuk pembodohan selama akau jadi anak didik. Katanya melatih mental dan pembentukan karakter siswa-siwa, kenyataannya Ibu lihat saja setiap tahun berapa banyak yang lulus, berapa yang  gagal, berapa banyak yang bunuh diri, berapa banyak kecurangan, maling yang merajalela dan semakin menjadi-jadi setiap tahun. Belum lagi mereka yang sudah sarjana, apakah mereka sudah layak duduk di kursi tiap hari telanjang dan tidur ketika paripurna. Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan dan yang mau menanggung beban rakyat seperti kita. Boneka-boneka sibuk dengan dunia dan permainan mereka masing-masing. Raja hanya memikirkan tahta dan singgasana. Apa Dia mau menengok rakyatnya yang kelaparan dan menangis menunggu datang hujan.”
    “Justru itu to nduk!!!, rumah dan Istana kita masih butuh orang-orang sepertimu yang masih bisa berkesempatan mencari ilmu. Ibu yakin kamu bisa merubah segala apa yang ada di Istana.
    “Terus kenapa Ibu malah milih hidup seperti ini. Mengapa Ijazah sarjana nggak dipergunakan untuk masuk ke instansi.”
    “Oh, ya ku ingat cerita Ibu kemarin, eh bukan dua tahun yang lalu”
    “Katanya sudah gratis”
    “tidak! Itu hanyalah rayuan gila mereka untuk kita”
    “Dengar saja berita, mereka telanjang dan tidur ditengah paripurna, guru-guru yang seharusnya menjadi contoh masyarakat malah memperkosa sarjana, belum lagi anak didik yang tiga hari mati disodomi soal-soal basi, sekolah-sekolah disulap lokalisasi, pelajar tumbuh diperkosa teknologi. “ Dan lihat Ki Hajar Dewantara mati tertusuk Patimura, jasadnya tak lagi disirami.
    Tinggal nama, tulang belulangnya menjadi sarapan anjing”

                Mulai hari itu Intan tak mau lagi datang ke belajar apalagi datang ke tempat yang sejauh ini telah menjadi pembentukan karakter pada insan, tak satu temannya yang bisa menemui Intan. Terutama Karang yang mencoba berkali-kali ingin bertemu dengan Intan datang ke rumahnya, tetap saja hasilnya nihil. Hampir tiga tahun lama mengabur dibalik dera dekap semesta, awan yang pekat menjadi selimut di antara pahit-manisnya dunia. Suatu ketika karang yang dapat tugas dari dosen pengampu untuk meneliti keadaan prostitusi, Ia melihat wanita dengan postur tinggi berkulit gelap rambut panjang sampai pantat dan berkaca mata sedang melayani laki-laki tua untuk bersulang bersama.

    BURUNG PIPIT DAN MERPATI

    By: Unknown On: 5/29/2015 11:15:00 AM
  • Share The Gag
  • BURUNG PIPIT DAN MERPATI
                Dua ekor burung hinggap di pohon tak berdaun. Setelah seharian keliling melihat cerahnya siang tadi. Menghabiskan waktu dan bercengkrama bersama. Karena sudah sore seperti biasa burung pipit dan merpati kembali kerumahnya, pemiliknya yang sudah menunggu kepulangan mereka. Walaupun mereka harus berpisah ketika akan tidur.
                Keesokan harinya dua sahabat ini bertemu kembali, makan dan minum bersama, bermain bersama, bercerita bersama, terbang kesana kemari.
    Sesaat mereka hinggap dipohon yang rindang. Menikmati semilir angin siang itu. Cuaca yang tidak terlalu panas, sorak sorai angin membuatnya mereka tertidur sesaat. Setelah beberapa menit terbangun mereka sembari bercerita.
    “Pat !!!.” Burung pipit mengagetkan merpati. Spontan  merpati menjawabnya. “Iya ada apa pit?”. “aku mau tanya, kamu merasa bosen nggak? Jadi kita yang seperti ini …Ya.!! Jadi hewan yang tergantung dengan manusia.
    “Hmmhhh!!, iya juga sihh.” Sambut merpati.
    Kemudian burung pipit berkata lagi :
    “ Enak kali ya jadi manusia, bisa belajar di sekolah, bermain –main sesuka hati, jadi artis yang diidolakan banyak orang, dipuja-puja, jadi gubernur, jadi presiden serta jadi apa saja tergantung cita-cita dan mimpinnya.“Iya juga sihh, enak …” kata merpati.
    “Hmmh, tapi kalau manusianya pencuri, pemburu kita dan pembunuh saudara-saudara kita tanpa belas kasihan, jahat, apa kamu mau. Aku tidak mau jadi manusia. Lihat saja keadaan disekitar kita.” Sambung merpati. Merpati mempunyai keinginan tinggal di istana yang mewah, makanannya yang enak-enak. Tidak seperti disini semuanya serba pas-pasan.
    “Lalu kita kedepan mau jadi apa?, Cuma mau makan, tidur, berak, bermain, dan nurut sama majikan, serta mondar-mandir terbang kesana kemari tak ada arah dan tujuan, yang bisanya Cuma mengekor.” Burung pipit berkata lagi.
                Setelah lama bercerita merekapun kembali lagi kerumah, sambil menikmati sunset diperjalanan pulang. Tak sadar untuk pertama kalinya mereka tidur bersama, karena kecapean mereka tak sempat tidur di tempat yang telah disediakan pemiliknya.
    Tiba-tiba mereka berada diluar angkasa penuh bintang beterbangan, dikelilingi meteor, dan benda planet lainnya serta menjadi manusia bertopeng yang hampir mirip dengan Powe Rangers. “Aku pembasmi kejahatan, aku tak terkalahkan, siapa yang berani denganku, akanku habisi…”
    “Hei tunggu!!” Sosok Power Rangers perempuan datang. “Aku teman kamu…”
    Kemudian ada Aliens yang sedang beraksi, ingin menhancurkan bumi kedua Powe Rangers itu tak terima dengan perbutan Aliens itu, terjadilah pertempuran sengit. Perang dimulai ….!!!
    “Yaaattsss, Ciaaatts, treng, drung bugs!!! Yang akhirnya di menangkan oleh Powers Rangers.
    Setelah selesai perang dua Powers Rangers tadi segera mundur sambil begandengan tangan. Sambil menucap “Terima kasih kawan, sudah mau membatu”
    “Iya sama-sama” bukankah kita sesama harus saling membantu..”
    Tidak hanya bergandengan tangan, tetapi juga saling bertatap muka. Mereka segera mau pelukan, tapi ….
    “Pipit, merpati bagun!!, sudah pagi”. Teriak sang pemilik, ternyata burung pipit bermimpi. Dan segera untuk sarapan. Seperti biasa burung pipit dan merpati menghabiskan sarapan bersama, kemudian sang pipit sambil bercerita dengan merpati tentang kejadian semalam.
    “Hey pat!, semalam aku mimpi. Semalam aku bermimpi jadi seorang Powers Rangers pembasmi kejahatan bersamamu. Merpati malah tertawa renyah “ha ha ha ha ha ha. Ada-ada saja kau, macam kau bisa jadi Powers Rangers,!! Ngacau.”
    “Iya, namanya juga mimpi, apa saja bisa terjadi.Gantian dong!! kamu yang cerita.” Sambung burung pipit. Merpati malah sedih. “Mengapa sedih?” Tanya si pipit
    “Oh, sahabatku mungkin semetara ini kita akan berpisah dulu, entah sampai berapa lama. Itu yang membuatku sedih.” Jawab merpati. “Hari ini juga, aku akan pindah tempat entah dimana,” sambil meneteskan air mata. “Itu lihat tuan yang pakai topi koboy, dia yang akan menjemputku” aku akan jauh darimu kawan. Belum tau tempat yang seperti apa diseberang sana.” Lalu burung pipit bekata demikian “Wahai sahabatku, aku juga sedih, aku pasti merindukanmu”. Sambil berpegangan tangan melepas perpisahan mereka.
                Berjalannya waktu burung pipit yang masih merasakan kesepiannya sering melamun, karena tak ada lagi sahabat seperti merpati yang selalu menemaninya bermain bersama. Tak ada lagi yang menemaninya terbang keliling di daerahnya. Sementara merpati juga merasakan hal yang sama. Merpati harus menyesuaikan suasana baru di istana baru, merasakan suasana baru,  penuh hal-hal baru, semua serba baru, mulai dari majikan, tempat tidur yang empuk, makanan yang enak-enak, teman dll.
                Akan tetapi pemilik merpati yang baru, tak seperti dibayangkan sebelumya. Ternyata dia sering nyuruh-nyuruh nggak jelas, marah-marah, melemparnya begitu saja, kadang tak boleh bermain, tidak diberi makan sehingga merpati sering merasakan kesakitan dan kelelahan. Dalam hati berbisik. “Aku ingin pulang, terbang saja aku harus diatur, semuanya serba diatur. Bagaimana mau senang dan bebas.” Setiap hari hanya bisa pasrah dan mengusap air mata. Ketika malam merpati sering tidak bisa tidur. Ia sering melamun sendiri, memikirkan sahabatnya si pipit. “Sedang apa dia, bagaimana keadaanya.” Teringat masa bercerita bersama, makan bersama, diperhatikan pemiliknya, bermain bersama, keliling daerah yang ramah, melihat hijaunya gunung, birunya laut, sawah yang asri, dan jernihnya sungai. “Tidak seperti disini sudah panas, pengap ditambah lagi orangnya yang tidak ramah. Tidak seperti rumah yang dulu walaupun sederhana dan terkadang makan seadanya serta pas-pasan.” Merpati masih dongkol dalam hati. “Seandainya aku bisa kirim kabar lewat pesan singkat, untukmu wahai sahabatku. Akan kutulis pesan untukmu bahwa disini kutak nyaman, aku tidak suka, aku tidak betah, aku ingin pulang kerumah kita dulu. Bercerita, makan, bermain bersama.”
                Suatu ketika majikan pemilik hewan – hewan mahal itu memberi kebebasan ke semua peliharaannya untuk bertamasya, holiday, bersenang-senang termasuk merpati.
    “Mungkin ini saatnya aku pulang, aku sudah rindu dengang rumahku dulu, sahabatku, tak sabar bertemu dengan pipit, ingin memelukmu, bermain, dan bercanda denganmu”. Merpati bergurau dalam hati.
                Akhirnya merpati berhasil kabur dari istana orang kaya itu, tak peduli dengan kesalamatannya. Terpenting kembali kerumah yang ramah. Dan bertemu kembali dengan sahabatnya yakni si pipit, merekapun berpelukan. Merpatipun sadar bahwa ternyata lebih enak dirumah sendiri, “rumahku masih bersahabat, masih mempunyai ruang kosong untuk bernafas panjang, dari pada di istana diluar sana.”


    Pekalongan, 29 Maret 2014

    Sajak Gila

    By: Unknown On: 5/29/2015 11:04:00 AM
  • Share The Gag

  • Sajak Gila
    16/3/15
    aku lupa jalan untuk keluar
    tubuh kaku kekar
    berita malam ini yang ku dengar
    mencabik-cabik sukma hingga nanar
    aku juga lupa jalan pulang
    tak tahu, aku yang gila atau dunia ini yang gila
    aku tak tahu berpolitik
    aku tak tahu bergaul
    aku tak tahu menjadi pahlawan
    aku tak tahu mencari ilmu
    apalagi bermanfaat untuk orang
    aku ini sudah gila
    mendengar dan melihat berita kemarin dan esok
    aku lebih gila dan beneran gila
    mendengar dan meraba berita MALAM INI

    sajak 30

    By: Unknown On: 5/29/2015 10:53:00 AM
  • Share The Gag
  • sajak 30

    Selamat malam
    kutulis ucapan singkat untukmu
    angin memberi salam
    esok pagi burung bernyanyi merdu

    cahaya binar mentari
    menyapa
    tentang sajak 30
    dalam kesederhanaan

    langkah malu-malu
    menemu diujung perahu
    bunga-bunga yang mekar menunggu
    hadirmu tidak lagi sendu

    30
    hadirkan gerimis
    tanah-tanah bermain hujan diladang
    tarian ilalang

    30
    mengalahkan angka-angka hoki

    Kamis, 28 Mei 2015

    Gerbang Sampah

    By: Unknown On: 5/28/2015 11:44:00 PM
  • Share The Gag
  • GERBANG TEMPAT SAMPAH
    Jiban_JW


    Serdadu kembang beserakan digerbang sekolah
    Seorang ibu menitipkan anaknya kepada guru kelas
    “silahkan bapak  gambarkan isi dunia,
    Tidak Indonesia saja”

    Ya, globalisasi ini kami masih beryanyi
    Sorak-sorai ilalang diracuni seragam berdasi

    Mengapa?

    Tidur, semalam oh bukan tadi pagi ia menangis di jalan
    Dengan baju lusuh
    Membawa seberkas kertas yang hampir basah
    “sampaikan kepada teman sebangku dan guru-guru kita
    Ini kali pertama ku tanam pena, sehabis melihat tanggalan dunia maya
    Jatah kami yang membayar tunggakan gaji buruh petani”

    Katanya sudah gratis
    “tidak! Itu hanyalah rayuan gila mereka untuk kami,
    Dengar saja berita, mereka
    mengotori tembok-tembok istana,
    telanjang dan tidur ditengah paripurna,
    guru-guru memperkosa sarjana,
    tiga hari mati disodomi tulisan basi,
    sekolah-sekolah disulap lokalisasi,
    babi ngepet menjelma juri puisi”

    katanya murah
    “tidak! Semalam ku dengar cerita ibu
    Seekor kancil dilindungi petani, semut-semut kecil dihakimi
    Ubur-ubur berjemur di negeri dewata
    Lumut-lumut berceceran di tembok bintang lima
    Pelajar tumbuh diracuni buah kuldi
    Menanam padi di pinggiran ladang ganja
    Boneka-boneka tak lagi mainan bocah TK”

    Katanya Pahlawan tanpa tanda jasa
    “Bukan! Kata siapa?
    Tuhan
    Buktinnya kartini tenggelam di Sidoarjo/jepara
    Ki Hajar Dewantara mati tertusuk Patimura
    Jasad mereka tak lagi disirami
    Tinggal nama, kembang menghiasi isi negeri
    Tulang belulangnya menjadi sarapan anjing”

    Siapa yang bilang?
    Kemarin, oh bukan tadi ia memimpin menyayikan Indonesia Raya dan membaca pancasila
    Sekejap kawan mengheningkan cipta untuk mereka di taman siswa
    “buat apa sekolah jika membusuk bareng sampah”
    Lihat saja,

    dibalik gerbang sampah-sampah berlutut di depan tiang bendera”

    Kursi dan Kue Coklat

    By: Unknown On: 5/28/2015 11:36:00 PM
  • Share The Gag
  • KURSI DAN KUE COKLAT
    Jiban_JW
    Radikal tak masuk akal
    Manusia tanpa undang – undang
    Terlihat slogan-slogan nyampah membuatku gerah
    Pendidikan diabaikan
    Sekolah dihuni kaum  kapitalism
    “tak usah engkau belajar, jika nantinya kan menjelma diriku seekor macan setiap malam mengaum berebut daging-daging kumbang”
    “buat apa sekolah jika cuma jadi sampah”
    ratusan bahkan ribuan tahun dibiarkan membusuk
    engkau tak lagi menyanyikan Indonesia Raya
    apalagi berkata Bhineka Tunggal Ika

    Aku lapar
    Aku ingin duduk di kursi itu, sambil makan kue coklat
    Menjadi lelaki berjas hitam bau comberan
    Aku lari ke pasar
    Tapi tak mampu bayar, terpaksa aku menangis
    apa jawabmu
    “kaulah daun-daun kering yang menyebrangi keramaian
    kaulah gerobak kencana yang hinggap di kerajaan
    kaulah angin malam yang mengitari jembatan
    kaulah embun pagi yang mengotori dedaunan”
    Kau malah apatis, pasang muka bengis
    Tak bergerak aku lapar
    Ku makan gumpalan beras yang beku menjadi butiran es
    Hingar – bingar kau hiraukan

    Aku terkapar, terdampar dalam perang
    Akut, aku takut, kau kecam aku diancam
    Aku bergerak kau berontak, aku diam kau makan
    Membiarkan aku mati membusuk, lalu kau kubur dalam- dalam
    Ketika tersorot cahaya, barulah kau bertingkah
    Ketika bangkai tercium, bagaikan kura-kura dalam perahu

    Kau lemparkan batu melipatkan tangan di atas perut buncitmu
    Inikah rumahku sesungguhnya, katanya bisa untuk 231 juta jiwa
    Tak bisa untuk bernafas panjang
    Rumahku sesak penuh penguasa tahta raja, dan pengguna kursi empuk
    serta pemakan kue coklat

    bertabur kembang

    By: Unknown On: 5/28/2015 11:32:00 PM
  • Share The Gag
  • BERTABUR KEMBANG

    Puisi Deni Tri Eko Mukti
    Hari besar segera tiba
    Manajemen diatur Rahwana di singgasana
    Boneka-boneka sibuk dengan perintahnya masing-masing
    Engkau rayu bocah TK didepan Istana
    engkau berseru angkuh merayap menyusuri belantara
    aku catat apa maumu, ku tampung segala permintaanmu
    ku sulap surga-neraka dalam sekejap mata
    Ah, omong kosong disiang bolong
    Dasar badut perut gendut. Jerit bocah itu
    Wewenang dipermainkan oknum pemegang saham
    Ia tak mau kalah dengan saingan

    Celoteh manismu menghipnotis para artis
    Mengumbar janji-janji hambar terdengar samar-samar
    Gembar-gemborkan  revolusi,  kau banyak retorika!
    Yang bicara berkuasa, yang kuasa bisa tertawa, yang ketawa tak bisa diam,
    yang diam banyak bicara
    Lihat saja
    Sampah-sampah berserakan disudut kota, di desa-desa, di jalanan, gelantungan di pohon
    Dasar kuntilanak
    Datang tak diundang pulang minta tanda tangan
    Apa maksudmu kisana?
    Tanpa kata tanpa tatap mata tanpa muka engkau berdusta
    “ingat pesta demokrasi besok tiba”

    Soekarno-Hatta menunggu purnama, ronda membawa pedang patimura
    Gencarkan serangan fajar berharap untuk menang
    Halalkan segala cara hanya untuk satu suara
    “lihat mukaku yang lucu, pilih, pilih, pilih jangan kau salah pilih”
    Semua dianggap hal biasa, salah-benar tak dirasa
    Kau andalkan pahlawan senjata untuk perang

    Hari besar telah tiba
    Melebihi hari-hari besar keagamaan
    Sang raja mainan boneka
    Diotakmu hanyalah kedudukan, coba kau pikir

    Di desa-desa, di kota-kota, provinsi, hingga nusantara
    Merah, hijau, kuning, biru, ungu, hitam-putih menghiasi sepanjang jalan
    Pestademokrasipara pecundang  berjalan penuh bintang
    Menang penuh bunga, kalah bertabur kembang

    Yang kotor tersimpan, putih terbuang

    Barang Antik

    By: Unknown On: 5/28/2015 11:29:00 PM
  • Share The Gag
  • BARANG ANTIK
    Puisi Deni Tri Eko Mukti
    Sudah tak malu lagi trasparansi
    Seolah-olah menjadi budaya
    Suap-menyuap didepan publik
    Yang kenyang makin kenyang, yang lapar semakin lapar

    Koruptor bisa jalan – jalan
    Yang bertindak dianggap melawan
    Kawan dan lawan saling serang, tidak ikut-ikutan malah jadi korban
    Tuduh-menuduh saling menghilangkan
    Yang besar dilindungi, yang kecil dihakimi

    Benarkah  seperti itu?

    keadilan kalah dengan sang pengadil
    Meja hijau dianggap tempat hiasan
    Palu  sidang dianggap mainan kanak-kanak
    Timbangan dianggap barang antik

    Buku-buku bergambar garuda, sengaja  tak pernah dibuka, apalagi dibaca
    Hanya diletakan dalam rak gudang penuh sawang
    Pidana  tidak pernah dicatat, perdata melebihi redaksi
    Suara terbanyak yang berkuasa

    Agama dihiraukan, materi digandakan
    Selalu menunda sebelum tercium media
    Suara rakyat tak terdengar
    Pejuang diri dianggap cari sensasi, pencari sensasi jadi sorotan,
    benar disalahkan, salah dijebloskan
    Hakim menyerah

    Pedang patimura tak lagi ditanganya

    aku rindu

    By: Unknown On: 5/28/2015 11:27:00 PM
  • Share The Gag
  • AKU RINDU
    Puisi Jiban_JW
    Kurasakan entah berapa lama lagi aku merindumu
    Waktu cepat berlalu
    Zaman semakin berubah, jahiliyah tinggal sejarah
    Revolusi globalisasi
    Orang-orang bersaing memamerkan harta – benda

    Rasa ini tak seindah dulu
    ketika ego menjadi senjata ideologi, tak ada toleransi
    Mengekor cultur barat
    Modernis menjadi mayoritas, tradisional dianggap pluralis
    Kini tersingkirkan oleh mereka
    Kebinekaan semakin luntur, gotong-royong, kini tak lagi dinamis

    Tanda yang khas kian habis dimakan globalisasi
    Tak ada lagi citra dimata dunia

    Bocah-bocah karbitan berlari tanpa bekal
    Ketika kemaluan tak seimbang dengan akal
    Jiwa patriot tak berkumandang lagi, sosok kartini jarang muncul kembali
    Lihat garuda sekarang!,
    masihkah ia tersenyum ataukah menangis sendu
    Aku takut semua itu terjadi,
    Aku rindu senyum ramahmu
    Aku rindu estafetmu
    Aku rindu namamu menjadi citra dimata dunia

    Aku rindu garuda tersenyum kembali